Biru, pagi ini aku melihatnya lagi. Biru, selalu melemparkan senyum kepada matahari pagi di pantai ini. Jujur saja, aku ingin senyum itu ditujukan padaku.
Entah sudah berapa lama aku memperhatikannya. Biru, seorang lelaki yang aku tidak tahu namanya. Seorang yang membuatku jatuh hati pada senyumnya. Seorang yang membuatku benar-benar jatuh hati pada pandangan pertama.
Biru. Aku menyebutnya begitu. Sebab saat pertama kali aku melihatnya, dia mengenakan kaos berwana biru langit.

***
Pagi itu aku baru saja tiba di Pangandaran dan langsung menuju ke arah pantai. Sudah hampir setahun aku tidak pulang karena sibuk kuliah di Bandung. Dan begitu libur akhir semester tiba, aku dengan segera beranjak ke kampung halaman. Aku sudah sangat rindu dengan suara deru ombak Pantai Pangandaran.

Ketika sedang mengitari tepi pantai, aku tiba-tiba terpaku oleh sosok Biru. Dia beralaskan sendal jepit tengah berdiri menatap air laut. Sinar matanya teduh. Dan yang membuatku jatuh hati adalah senyumnya. Entah kenapa, aku merasa senyumnya itu mengandung sesuatu yang magis sehingga membuatku benar-benar jatuh hati padanya saat itu juga.

Aneh memang. Aku jatuh hati pada Biru. Lelaki yang aku tidak tahu sedikit-pun tentangnya. Mungkin dia seorang wisatawan lokal yang hanya sekedar ingin menikmati indahnya Pantai Pangandaran dan tinggal beberapa waktu di sebuah hotel. Atau mungkin, dia adalah seorang pengusaha muda yang sedang meninjau lokasi di sekitar untuk membangun sesuatu yang berhubungan dengan bisnis.

Entah. Dengan memandangnya dari jauh saja sudah membuatku senang. Setidaknya untuk saat ini.
***

Menjelang senja. Hari terakhirku sebelum kembali ke Bandung. Aku bersepeda ke arah tepi pantai. Aku melihat Biru sedang duduk di atas pasir putih. Keinginanku untuk berkenalan dengannya sudah bulat, seharian aku mengumpulkan keberanian untuk menyapanya. Kukayuh sepedaku lebih cepat. Namun, sepertinya aku kalah cepat oleh seseorang wanita.

Wanita itu lebih dulu menghampiri Biru. Menghampirinya dengan kecupan kilat yang mendarat di pipi kanan Biru. Sesak.

Kemudian dari belakang wanita itu, seorang anak perempuan menampakkan diri di hadapan Biru. Wajah Biru berbinar. Digendongnya anak perempuan itu. Pedih.

Keinginanku untuk menghampiri Biru sirna. Aku berbalik dan mengayuh sepeda menjauh dari Biru.

Biru, aku jatuh hati. Jatuh hati padamu.
Biru, aku jatuh hati. Jatuh hati pada orang yang salah.


“Sebuah sinar cahaya lembut menyala pagi hari, aku senang kau di sini…”

Angin semilir menerpa wajahku. Aku menatap kosong ke hamparan air laut di hadapanku. Menunggu. Di kepalaku terputar kembali ingatan tentangnya. Tentang dia yang menyukai laut. Tentang dia yang menyukai buih-buih yang menyentuh jari-jari kaki mungilnya. Tentang dia yang mempunyai senyuman manis di wajahnya.

Pulau Lengkuas, pulau yang hanya memakan waktu 30 menit dari Pantai Tanjung Kelayang, Belitung. Pulau favoritnya. Pulau tempat dia sering menghabiskan waktu untuk menyelesaikan lukisan-lukisan indahnya. Dia adalah Lili. Seperti namanya, dia sangat lembut bagai putihnya bunga lili. Namun dibalik kelembutan itu, tersimpan keceriaan yang selalu tercermin pada senyumnya. Senyumnya yang…

Ah, ini dia yang ku tunggu!

Mentari dengan malu-malu mulai naik keperaduannya. Sinarnya yang terpantul di air laut membentuk kilauan indah. Sangat indah. Warnanya seperti senyumnya. Kuning emas, menyilaukan.

Aku sengaja datang ke pulau ini, menyisihkan waktu ku untuk menyaksikan fenomena alam ini. Saat matahari terbit di hari lahirnya. 

Sinar mentari, wangi laut, warna keemasan, selalu membuatku mengingatnya. Aku seperti bisa merasakan kehadiran Lili di sampingku. Bergelayutan manja di lenganku. Atau sekedar menceritakan kejadian lucu yang dia alami. Itu membuatku cukup bahagia.
Kutatap langit dan air laut yang menyatu pada satu garis. Menarik napas dalam-dalam.

Di sana, kamu bahagia kan? Lili, anakku…

“Ya, kamu ada di sini bersamaku. Terus ada di dalam hatiku…”


*cuma 200 kata.. :|

Suatu hari Raja Malik mengumumkan bahwa dirinya akan segera turun tahta. Dia merasa sudah waktunya salah satu daritiga orang anak laki-lakinya menggantikan kedudukannya sebagai pemimpin kerajaannya. Kerajaan yang telah dipimpinnya selama berpuluh-puluh tahun.Raja Malik tidak serta merta memilih salah satu dari putranya. Dia ingin menguji mereka terlebih dahulu. Tidak bisa diserahkan tahta itu begitu saja sebab nasib kerajaan dan hidup rakyat menjadi taruhannya.
Oleh karena iturRaja meminta ketiga putranya untuk menemuinya. Putra sulungnya bernama Gibran, yang kedua bernama Fahri dan yang ketiga bernama Gafar. Mereka bertiga diminta untuk melakukan sayembara. Tugasnya adalah mencari harta karun paling berharga di seluruh pelosok negeri. Mereka harus membawa pulang harta karun tersebut dan memperlihatkannya pada sang raja.
Keesokan harinya, ketiga putra raja Malik meninggalkan istana dan mulai menelusuri pelosok negeri untuk mencari harta karun tersebut
Ditengah perjalanan, mereka berpisah dan memilih jalan masing-masing. Gibran si sulung menuju tempat naga air, ia mendengar dari cerita rakyat bahwa disana terdapat berlian yang tidak ternilai harganya. Fahri menuju ke tempat sirigala api yang konon tersimpan emas yang luar biasa banyaknya. Sedangkan Gafar yang tidak tahu harus ke mana, memilih jalan secara acak.

***
Masih ingat sama buku #YUI17Melodies yang beberapa waktu saya bahas??
Masih ingat dong ya? xD
Kalo ga ingat atau belum tau, silakan cek postingan saya sebelumnyaa~ :D

Nah, kali ini saya mau memperlihatkan wujud cetakan pertamanyaa...
Jang jang...

source http://ramdanih.blogspot.com/2012/04/antologi-nada-yui17melodies-sebuah.html?spref=tw 
Dan yang jadi orang pertama membacanya adaah kak Danih (koor. YI reg Jakarta, mantan tepatnya :P).

Buku yang menarik di baca. Flash Fiction nya kena bgt. Ada yang beberapa pengalaman/kisah nyata dari para penulis.
Tema nya di ambil dari lagu-lagu YUI. Jadi isi dari para penulisnya pun gak kalah mengispiratif. Saya pikir ini buku bukan cuma untuk para YUI Lovers, tapi tepatnya untuk semua kalangan. :)
Begitu pendapat kak Danih soal buku ini.. :D

Tertarik buat baca juga?? Belum?? Belum liat ini sih..

Halo, Pemirsa~ :D
Lama ga jumpa.. Blog saya yang sepi ini makin sepi aja karena ga diisi dengan tulisan-tulisan lagi belakangan ini..
Maklum, mahasiswa.. sibuk ngerjain tugas jadi ga sempat nulis.. *alesan


Malam ini (jam di laptop saya menunjukkan pukul 01.28 WITA), saya belum bisa tidur pemirsa...
Jadi dari pada berkeliaran ga jelas di TL, saya pengen nulis tentang proyek nulis yang saya ikuti.. :D
Kedua proyek ini akan segera rilis dalam bentuk buku~ Yey! xD


Proyek pertama, Why We Are So In Love With YUI..
cover Why we are so in Love with YUI
Proyek yang digarap oleh kak Cizu ini dimulai sekitar 14 Januari 2012. Awalnya kupikir udah ga sempat ikut, soalnya saya baru tahu soal proyek ini sebulan kemudian.. Tapi ternyata deadlinenya diperpanjang.. Dan jadilah saya ikutan.. xD




Buku wwasilwYUI ini berisikan tentang YUI-lovers di Indonesia, sejarah YUI, sejarah komunitas kami tercinta, YUI-indo dan kisah nyata yang kami (para kontributor) alami selama menjadi YUI-lovers~ :D

Judul : The Coffee Shop Chronicles
Year : 2012
Harga : IDR 35.000
Penerbit : nulisbuku.com


Buku ini berisikan kumpulan Flash Fiction berantai dari 21 penulis. Terdiri dari 29 FF yang saling bertautan. Semua cerita berlatarkan satu tempat, sebuah coffee shop di kawasan Malioboro, Yogyakarta. Ada perasaan cinta, cemburu, penyesalan, air mata, dan bahagia. Semua digambarkan secara unik oleh penulis-penulisnya.

Saat membaca buku ini, saya merasa seperti sedang berada di dalam coffee shop tersebut dan melihat semua adegan-adegan yang ada dalam cerita. Itu karena keajaiban sudut pandang dalam buku ini!

Pernah baca buku atau novel yang memakai dua sudut pandang? Itu sudah biasa! Tapi apa kalian pernah baca buku dengan berbagai sudut pandang? Pasti belum pernah kan? Nah, sudut pandang inilah yang membuat The Coffee Shop Chronicles menjadi sesuatu yang menarik dan layak untuk dibaca!

Penasaran? Segera dapatkan bukunya dengan memesan di nulisbuku.com atau hubungi mbak Wangi lewat twitternya @WangiMS ~ :D
sumber : 2.bp.blogspot.com


Tik tok tik tok.

Hening. Hanya detak jam dinding yang terdengar. Aku terpaku di depan layar laptopku. Menatapnya nanar. Aku menghela napas.

Apa yang akan Ayah katakan jika mengetahui hal ini? Ah, aku pasti akan kena marah. Oh, Tuhan! Apa yang harus hamba lakukan?

Aku menghela napas sekali lagi. Kututup katup laptopku dan memilih untuk tidur. Semoga besok aku bisa menemukan jalan keluar dari masalah ini.
***

Aku berlari sambil memegang tas jinjing. Aku tiba di halaman kampus dan segera mencari seseorang. Fardan. Teman seangkatanku. Dia mungkin bisa membantu ku. Dia terkenal hebat dalam menyelesaikan masalah seperti ini.

Dia terlihat sedang asik mengobrol dengan beberapa teman seangkatan kami. Aku mendekatinya.

“Dan, bisa minta waktu bentar gak?”

“Boleh. Ada apa, Fit?”

“Kita ngomongnya di kelas aja yuk!” Fardan menurut dan mengekoriku menuju kelas.

Fardan tampak sedang sibuk mengutak-atik benda berbentuk kotak di depannya. Setelah beberapa lama, dia berhenti dan menyandarkan tubuh ke sandaran kursi yang didudukinya.

“Gimana, Dan?” tanyaku penasaran. Fardan menggeleng.

“Kalo kayak gini susah, Fit! Kayaknya lo mesti bawa ke service centernya deh!”

Lagi-lagi aku menghela napas panjang. Ada rasa kecewa yang mendalam di dalam dadaku.
***

Kali ini aku sedang berada di sebuah gedung yang penuh dengan barang-barang elektronik. Orang-orang menyebut tempat ini sebagai Computer City.

Tempat ini adalah harapan terakhirku. Aku menuju service center yang disarankan Fardan tadi. Semoga saja masalahku ini menemui titik terang.

“Gimana, Pak?” tanyaku pada seseorang di service center. Bapak yang kutanyai memperlihatkan reaksi yang sama dengan Fardan.

“Kalo gini susah buat diperbaiki lagi, Dek! Mesti ganti sel!” katanya.

“Ganti sel??” aku bingung. Tidak mengerti apa yang dikatakan Bapak itu.

“Iya, ganti sel. Seluruhnya. Hardwarenya rusak, Dek! Saya sarankan , mending beli baru aja.”

Heh?? Separah itukah?

Aku meninggalkan Bapak  tadi sembari senyum tipis. Di kepalaku otakku tengah bekerja keras. Memikirkan apa ada cara lain untuk ini. Tapi aku tidak menemukan cara lain itu.

Laptop ini adalah barang kesayanganku. Laptop ini sudah banyak membantu ku dalam mengerjakan tugas-tugas dari dosenku. Selain itu, laptop ini juga pemberian dari Ayah dua tahun lalu saat aku berulang tahun.
Semalam saat mengerjakan tugas sambil mendengarkan musik. Tiba-tiba laptopnya mati dan tidak bisa dinyalakan lagi. Aku sudah mencoba mencari bantuan tapi tidak berhasil.

Harus bagaimana lagi? Mungkin laptop ini sudah sampai pada batasnya. Mungkin ini juga salah satu cobaan dari Tuhan yang harus ku hadapi. Aku juga harus siap dengan reaksi Ayah nanti saat mengetahui hal ini.

Selamat tinggal laptopku. Terima kasih atas bantuannya selama dua tahun ini.
Aku baru saja tiba dari bandara. Orang pertama yang ingin ku temui adalah kamu. Namun, aku tidak lagi dapat melakukannya. Saat tiba di rumah mu. Tidak satu orang pun menyambutku. Bakhan kamu pun tidak. Semuanya sedang bersedih. Bersedih karena kepergian mu.

Aku memasuki ruang tengah rumahmu. Terlihat tubuhmu telah terbujur kaku diselimuti kain putih. Orang-orang mengelilingi mu sambil membacakan doa. Ibumu terlihat begitu rapuh dan terus menitikkan air mata. Sementara adik kecilmu memilin-milin kain yang menutupi tubuhmu. Mungkin dia belum memahami hal ini.

Saat melihatku, ibumu tersenyum tipis dan membolehkan ku untuk mendekati mu. Aku duduk tepat di sampingmu. Wajahmu terlihat lebih putih dari biasanya. Terlukis kebahagiaan di sana. Mungkin kamu lega karena bisa meninggalkan semua derita karena penyakit yang kamu alami semasa hidup.
***

Pemakaman mu  telah selesai. Aku memutuskan untuk meninggalkan tempat peristirahatan terakhirmu dengan segera. Aku tidak bisa lama-lama. Aku takut aku akan menangis juga jika terlalu lama di sini. Saat aku akan memasuki mobil, ibumu memanggilku.

“Nak Raka, ini ada sesuatu.” Katanya sambil menyodorkan secarik kertas.

“Apa ini tante?”

“Ini surat yang ditulis Nina saat sedang kritis dan tidak sempat dikirim kepada mu.” Kata ibumu kemudian berlalu meninggalkanku.

Aku menatap kertas berwarna biru cerah yang ku pegang. Aku memasukkannya ke dalam saku kemeja. Dan berencana membacanya saat di rumah.
***

Raka, apa kabar? Bagaimana kabar di L.A? Apa kamu sudah dapat teman baru?
Kata dokter Serdi, kondisiku sudah semakin membaik. Jadi jangan mengkhawatirkanku ya!
Aku juga punya teman baru sekarang. Namanya Wini!  Dia menderita penyakit yang sama denganku. Setiap hari kami selalu mengobrol di taman rumah sakit. Aku jadi tidak kesepian lagi.
Raka di sana gak kesepian kan?
Aku akan selalu doain Raka biar kuliahnya sukses di sana.
Baik-baik ya~ :D
NINA

Isi surat dari mu begitu singkat. Namun sanggup menghancurkan tembok yang membendung air mataku. Aku menangis. Nina, kamu bagitu baik. Saat sedang kritis pun kamu masih memikirkan aku. Saat kondisi mu semakin buruk kamu masih saja mendoakan ku. Kamu juga berbohong tentang keadaanmu agar aku tidak mengkhawatirkan mu. Aku menjadi sedikit menyesal telah mengambil beasiswa itu dan memilih untuk meninggalkanmu.

Ku baca tulisan di atas kertas biru itu sekali lagi. Kali ini aku menyadari, ada sesuatu yang aneh pada tulisannya. Ada beberapa huruf yang sengaja ditebalkan. Aku mulai menyusun huruf-huruf itu dari atas.

PLEASE STAY WITH ME…

Apa itu yang sebenarnya ingin kamu sampaikan pada ku, Nina?

Aku menangis lagi. Aku merasakan perih di dadaku. Aku ingat kamu selalu tersenyum saat aku bilang aku akan pergi ke L.A untuk kuliah di sana. Kamu selalu mendukungku untuk tetap pergi ke sana. 

Inikah keinginanmu yang sebenarnya? Aku yang bodoh ini sungguh tidak menyadarinya.

Kali ini aku benar-benar menyesal telah meninggalkan mu. Kali ini aku benar-benar menyesal karena tidak di samping mu. Bahkan di saat-saat terakhirmu…
sumber : free-extras.com



Saat ini aku sedang berada di kamar kecilku. Saat ini aku sedang memikirkanmu. Memikirkan dirimu yang ku kira sudah melupakan ku. Dengan memikirkan mu saja, dadaku terasa hangat.

Aku jatuh hati pada mu sejak pertama kali kita bertemu. Kamu sangat baik pada semua orang. Kamu selalu perhatian dan ramah. Dan yang paling aku suka adalah senyummu. Mungkin ini yang orang-orang sebut dengan jatuh cinta pada pandangan pertama.

Aku selalu berusaha untuk dekat dengan mu. Dengan diam-diam selalu memperhatikan mu. Agar bisa selalu dekat  denganmu, aku bahkan sengaja mengikuti UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang kamu ikuti. Fotografi. Dan akhirnya jadi menyukai kegiatan memotret sama seperti aku menyukaimu.

Tak terasa sudah 5 tahun sejak saat-saat itu. Dan sudah hampir setahun kita tidak pernah bertemu ataupun saling menyapa melalui media elektronik. Setelah kuliah kamu pindah ke luar kota untuk bekerja dan aku tetap tinggal di kota ini menjadi seorang fotografer.

Kupikir kamu sudah lupa pada ku. Ternyata aku salah. Kemarin kamu menelpon dan mengajakku bertemu sore ini.
***

“Selamat datang.” Sambut seorang waiters* saat aku memijakkan kaki ke dalam sebuah restoran keluarga.
Aku menatap mengelilingi restoran ini. Kelihatannya kamu belum datang. Kebiasaanmu. Selalu membuatku menunggu.

“Udah lama? Maaf ya…” katamu sambil mengatupkan kedua tanganmu di depan dada.

“Gak papa.” Oh, ya. Aku sudah terbiasa. Menunggu mu beberapa menit seperti ini bukanlah masalah. aku bahkan sudah menunggu mu sejak lama. Menunggu kamu mengerti akan perasaan ini.

“Lalu, apa yang membuatmu tiba-tiba ingin bertemu? Kupikir kamu sudah lupa padaku.” Lanjutku.

“Heheh. Aku pengen minta bantuanmu.” Katamu sambil menggaruk-garuk kepala.

“Bantuan? Bantuan apa?”

“Hmm… Itu, bulan depan aku akan menikah.”

CTAAR!! Kalimatmu barusan seperti petir yang menyambar tubuhku. Hatiku benar-benar remuk karenanya.

“Aku akan menikah dengan Wenda. Kamu ingat dia, kan?”

Wenda?? Junior kita dulu? Kenapa? Kenapa harus dia? Kenapa bukan aku? Yang selalu bersama mu itu aku!! Aku berontak dalam hati.

“Aku pengen kamu jadi fotografer kita pas pra-wedding sama pesta pernikahan. Bisa, kan?” pintamu sambil tersenyum. Senyum itu. Senyum yang aku suka darimu. Tapi kenapa aku harus menerima senyum dan permintaan mu yang menyakitkan ini secara bersamaan?

“Sania!! Hei!! Kamu denger gak?” katamu sambil mendorong-dorong bahuku.

“Hmm. Aku denger kok.”

“Jadi, kamu mau kan?” tanyamu lagi. Aku mengangguk pelan. Aku berusaha tersenyum sementara hatiku sedang menangis.

Mungkin aku memang tidak ditakdirkan bersama mu. Mungkin aku hanya ditakdirkan untuk melihat senyummu. Senyum yang tak pernah bisa ku sentuh.

"I hum the love song
I want to touch your smiling face
Even though I know that there's someone you're gazing at

My love song never ends - I've already met you
It never will end" YUI - Love & Truth

*waiters : pelayan

Hari-hariku bukanlah hal yang hebat
Hari-hariku tidaklah sempurna
Aku melewatinya seperti kebanyakan orang
Aku melaluinya layaknya hari yang lain

Hidupku bukanlah hal yang luar biasa
Hidupku tidaklah pantas untuk dibanggakan
Aku hanyalah manusia biasa
Aku memiliki banyak keterbatasan

Tapi karena suatu hal,
Hari-hariku menjadi hebat
Hari-hariku menjadi sempurna

Karena suatu hal,
Hidupku menjadi luar biasa
Hidupku dapat dibanggakan

Hari-hariku berubah karena kalian
Hidupku berubah karena kalian

Ayah, ibu…
Sahabatku…
Semuanya karena kalian

Hari-hariku mungkin biasa saja
Hidupku mungkin tak ada apa-apanya
Tapi dengan hadirnya kalian,
Hidupku menjadi bahagia

That's what I call with Happy Line
My happy line
sumber : fokercake.com

Aku sedang berjalan-jalan mengitari suatu mall. Aku sedang tidak ingin berdiam diri di rumah. Saat ini di sana tidak ada siapa-siapa. Sambil berjalan aku secara diam-diam memperhatikan orang-orang yang tengah berlalu-lalang di sekitar ku.

Beberapa anak sekolahan sedang sibuk melihat-lihat berbagai macam barang di sebuah toko aksesoris yang warnanya serba pink. Di ujung pandangan ku terdapat foodcourt, terlihat seorang anak kecil yang sedang menangis di sana. Ibunya terlihat bingung dan berusaha mendiamkan anaknya. Sementara kenbanyakan orang lainnya hanya berjalan sambil menatap ke dalam etalase-etalase toko sama seperti ku.

Aku mencium aroma yang enak. Aku melirik kekanan dan ke kiri. Mencari sumber aroma itu. ternyata aroma itu berasal dari toko roti, tidak jauh dari tempatku berdiri sekarang. Perutku tiba-tiba saja menjadi lapar.

Aku mendekati toko roti itu dan mulai melihat macam-macam roti yang dipajang. Roti blueberry! Roti yang sama seperti waktu itu. Sama seperti yang kamu berikan pada ku delapan tahun lalu.

***

Aku berdiri sambil memegang lutut. Napasku tersengal-sengal. Aku telah lelah berlari. Hampir setengah jam aku terus berlari. Aku lari dari kejaran mereka. Mereka yang memaksa ku untuk bekerja dengan cara mencopet.

“Sepertinya mereka sudah tidak mengejarku lagi.“ Gumamku lega.

“Hei!!“ sapa seseorang. Aku sontak berbalik dan menjauhkan diri dari orang itu. orang itu adalah kamu.

“Wajahmu pucat, kamu sakit?” ucapmu. Aku tidak menjawab pertanyaan mu.

Waktu itu aku masih tidak mengenal mu. Aku memperhatikan mu sejenak. Kamu masih muda, mungkin delapan sampai sepuluh tahun lebih tua dari ku. Kamu tinggi, aku sampai harus mendongak untuk melihat wajahmu. Tapi, sepertinya kamu bukan orang jahat.

Kamu lalu mengajakku duduk di sebuah bangku taman dan memberi ku minuman.

“Kamu tinggalnya dekat sini?” tanyamu. Aku diam dan hanya menggeleng.

“Lalu kamu tinggal dimana?” tanyamu lagi.

“Aku gak punya yang seperti itu.” jawabku sambil menunduk.

Kamu terus saja menanyai ku. Aku heran, dari mana kamu mendapatkan pertanyaan sebanyak itu? Tapi entah kenapa aku tak menolak untuk menjawabnya dan jadi menceritakan semua yang kualami.

Setelah menceritakan semuanya. Kamu mengajakku ke suatu tempat yang tidak jauh dari taman. Ke sebuah rumah yang sederhana. Sebuah panti asuhan. Katamu, “Aku tinggal di sini.”

“Kamu lapar?” tanyamu sesaat setelah memintaku duduk di kursi ruang tamu. Aku mengangguk cepat.

“Nih, cuma ada ini. Jatah makan malam belum dibagikan.” Kamu menyodorkan sebungkus roti. Roti blueberry.

Aku memakan roti itu dengan lahap. Enak sekali! Aku memang sedang lapar. Sejak semalam aku belum makan.

“Entar ku kenalin sama ibu panti ya. Semoga saja kamu dibolehkan tinggal di sini.” katamu sambil tersenyum. Aku diam saja dan terus menghabiskan roti pemberianmu.

***

Aku memutuskan untuk duduk di salah satu kursi yang terletak di salah satu sudut mall. Aku lelah berkeliling. Ku lihat roti blueberry yang baru saja ku beli. Aku mengingatmu lagi.

Delapan tahun lalu setelah aku dibolehkan tinggal di panti asuhan yang sama dengan mu, kamu menghilang begitu saja. Kata ibu panti, saat aku tidur kamu dijemput oleh orang tua yang akan mengadopsimu.

Aku bahkan belum mengenal mu. Aku bahkan belum berterima kasih pada mu.

Ku gigit roti blueberry tadi. Rasanya mirip dengan yang kamu berikan pada ku saat itu. Tanpa ku sadari air mata menetes membasahi pipiku. Aku cepat-cepat menghapusnya. Aku tidak ingin larut dalam kesedihan. Saat aku baru saja akan beranjak pergi, aku melihat mu berlalu dihadapan ku.

Kamu berjalan terus dan menaiki eskalator. Mataku mengikuti sosokmu. Aku masih ingat betul raut wajahmu. Matamu. Senyummu. Sangat jelas di ingatanku. Dan saat sosokmu hampir menghilang. Aku beranjak, berlari mengikuti jejakmu.

Aku tidak tahu apakah kamu masih mengingat ku atau tidak. Aku tidak tahu apakah aku bisa membuatmu ingat pada ku. Aku hanya ingin bertemu denganmu sekali lagi. Aku ingin mengucapkan satu hal yang tidak pernah ku sampaikan pada mu. Terima kasih.


"I’m holding back my tears, I promise
I have to be stronger than anybody
We don’t need to say goodbye, when I close my eyes
I can see you right away, I remember you" YUI - I remember you
sumber: dharmatrading.com

Yeah, laugh, always laugh~ YUI - Laugh away


Pagi ini kamarku berantakan sekali. Baju-bajuku berserakan di atas kasur. Hairpin dan aksesoris lainnya juga berhamburan di atas meja. Aku bingung. Bingung mau memakai baju apa. Pakai aksesoris apa.

Hari ini adalah first-dateku dengan mu. Dulunya aku menganggap teman-temanku terlalu berlebihan saat mereka bercerita tentang persiapan first-date yang ribet. Mesti ini dan itu. Sekarang aku baru mengerti setelah mengalaminya sendiri.

Hampir sejam aku hanya diam terpaku menatap tumpukan bajuku. Akhirnya ku putuskan untuk memilih satu. Dress pink dengan panjang selutut. Kemudian memberi wajahku make-up seadanya dan sebagai pemanis ku jepitkan hairpin berbentuk potongan jeruk di rambut sebahuku.

“Ibu, aku berangkat ya!” pamitku pada ibu.

“Eh, o bento1??” Ibu menanyakan bekal yang telah ku buat subuh tadi. Ah, iya! Cepat-cepat aku lari ke dapur dan mengambil kotak bekal yang telah kubungkus dengan furoshiki2.

Ittekimasu3!!”

***

Aku menunggu di sebuah halte. Kamu bilang akan menjemputku di sini. Aku berdiri sambil melirik kanan kiri. Mencari sosokmu. Hingga akhirnya kamu muncul dari salah satu sudut jalan dengan sepedamu.

“Yuk, naik!” katamu sambil menepuk-nepuk sadel belakang.
“Hmmm.” Aku tersenyum.

Sepanjang perjalanan kamu menceritakan beberapa lelucon. Walau sebenarnya tidak lucu, entah kenapa aku ikut tertawa bersamamu. Sesekali kamu juga menyiulkan lagu aneh.

“Eh, kita mau ke mana sih?” tanyaku di sela-sela ceritamu.

“Ke suatu tempat.” Jawabmu sambil tertawa licik. Ku balas dengan mencubit lengan kananmu.

“Sakit!” kamu meringis. Aku hanya terkekeh.

***

“Huaaaa… Laut!!” seruku disambut tiupan angin laut yang lembut.
“Indahnyaaa!!” aku menatap takjub dengan pemandangan dihadapanku.

Kruuukuuuk. Tiba-tiba terdengar suara aneh dari perutmu. Kamu tertawa. Aku juga ikut tertawa.

“Udah lapar ya?” tanyaku. Kamu mengangguk. Kemudian segera menggelar tikar yang telah kamu persiapkan di atas pasir putih. Aku mengeluarkan bekal dari tasku dan duduk di atas tikar itu.

“Eh, furoshiki ini…” katamu sedikit terkejut melihat furoshiki yang kugunakan untuk membungkus bekal yang kubuat.

“Iya, ini dari kamu…”

Furoshiki ini adalah benda pertama yang kamu beri pada ku. Aku tidak tahu kenapa kamu memberikannya. Waktu itu aku tidak sedang berulang tahun dan bukan pula hari valentine. Tapi, tahukah kamu? Aku senang kamu memberikannya padaku. Sebab, sejak hari itu kita semakin akrab dan akhirnya bisa seperti sekarang.

“Tau gak kenapa aku kasih itu ke kamu?” aku menggeleng.

“Waktu nemenin adekku ke mini market, aku melihat furoshiki itu dan langsung teringat kamu. Warna birunya lembut seperti langit hari ini. Lembut seperti kamu. Jadi, aku langsung membelinya!” jelasmu kemudian tertawa. Aku hanya tersipu.

Aku senang hari ini kamu banyak tertawa. Aku senang melihatmu tertawa lepas seperti itu. Semoga aku bisa terus melihat senyum itu. Kore kara mo4Zutto5

__________________________________
1 O Bento? : bekalnya?
2 Furoshiki : kain pembungkus (biasanya dipakai untuk membungkus kotak makanan/bekal dan botol minum)
3 Ittekimasu : ucapan "aku berangkat"
4 Kore kara mo : mulai saat ini
5 Zutto : selamanya
Cuaca hari ini cerah. Secerah hatiku. Langit biru dihiasi awan putih dan daun-daun menari ditiup angin. Menambah binar senyum di wajahku.

Tepat pukul 14.00. Satu jam lagi aku janji bertemu dengan seorang gadis. Gadis yang selama dua tahun ini memikat hatiku. Ia berjanji akan memberi jawaban atas pernyataan cintaku padanya. Aku sudah beberapa kali menanyakan pertanyaan yang sama tapi jawabannya selalu, “Nanti ya… Aku gak bisa jawab sekarang.”

Aku hampir putus asa sampai kemarin dia menelpon dan mengajakku bertemu. Sepertinya dia akan memberi jawaban yang aku harapkan selama ini. Rasanya seperti terbang ke awan.

Aku menyalakan mesin sepeda motorku dan bergegas meluncur ke jalan. Aku tidak ingin membuatnya menunggu. Selain itu, aku memang ingin sampai lebih dulu.

***

Aku melirik jam tanganku. Pukul 14.30. Masih setengah jam lagi  dari waktu yang telah kami sepakati. Aku telah sampai di depan sebuah kedai kopi yang dia pilih. Aku dapat melihat suasana di dalam kedai tersebut dari luar. Mataku mulai mengitari sudut-sudutnya. Mencari letak kursi yang pas untuk menunggunya. Tapi mataku malah menangkap sosoknya.

“Dita???” Dia terlihat sedang bersama seorang lelaki. Dia terlihat begitu bahagia. Wajahnya tersipu saat lelaki itu mengusap-ngusap rambutnya.

Tidak hanya sampai disitu, Dita malah bergelayutan manja di lengan lelaki itu. lelaki itu nampaknya ikut senang dan kemudian merangkul Dita.

Aku tidak tahan lagi melihatnya. Kunyalakan sekali lagi mesin sepeda motorku dan meninggalkan tempat itu.

Siapa lelaki itu? Pacarnya? Apa itu yang ingin dia beritahukan pada ku?

Aku masih terbayang akan pemandangan yang baru saja ku lihat. Seperti film, adegan-adegan mesra itu terus berputar di kepalaku.

Aku menaikkan kecepatan. Aku ingin pergi sejauh-jauhnya dari tempat tadi dan segera melupakan kejadian itu. Aku sampai tidak menyadari bahwa aku baru saja menerobos lampu merah. Dan…
***

Di salah sudut kedai kopi…

“Mana cowok yang mau kamu kenalkan itu?”

“Gak tau. Mungkin di jalan macet jadi dia telat.” Jawab Dita pada lelaki di sebelahnya.

“Oh, iya… Kamu bilang dia udah beberapa kali nembak, kok baru mau dikasih jawaban sekarang?” Tanya lelaki itu lagi.

“Soalnya, aku pengen ngenalin dia dulu sama kakak.” Sambil mengedipkan mata pada kakak lelakinya yang baru saja pulang dari luar negeri.

"We're dancing a swing together. We always pass each other by.
We never embrace…" YUI - Swing of Lie
sumber: sajiansedap.com


Mia sedang bergelut di dapur sebuah rumah mewah. Hari ini dia sengaja diminta untuk melayani beberapa anggota keluarga kaya raya. Mereka sedang merayakan sesuatu. Sebagai koki, kehandalan Mia dalam memasak sudah tidak diragukan lagi. Mia juga sudah mengecap berbagai pengalaman memasak di luar negeri.

Kepiawaian Mia dalam memasak diwariskan oleh ibunya yang juga merupakan koki. Sayang, orang tuanya tidak bisa melihat kesuksesannya. Saat sedang mengasah kemampuan memasaknya di Perancis, ibunya menikah dengan seorang pengusaha. Dan saat ia pulang dua tahun lalu, ayah tirinya meninggal. Ibunya pun mengikuti jejak sang ayah beberapa bulan kemudian.

Saat ini Mia tengah menyiapkan bahan-bahan untuk membuat dessert*. Strawberry Jelly Ice Cream. Dessert favorit Mia dan ibunya.

Dengan lincah Mia mulai membuat dessertnya. Pertama-tama ia merebus 400 ml air yang dicampur dengan 2 gram agar-agar bubuk dan 50 gram gula pasir. Setelah mendidih ia memasukkan selai strawberry kemudian mengaduknya.

Bahan-bahan yang telah direbus tadi dituang ke dalam 4 gelas. Sebagai langkah akhir, ia meletakkan satu scoop ice cream vanilla dan potongan strawberry di atasnya.

Mia menatap hasil karyanya dengan senyum yang merekah di bibir mungilnya. Siap disajikan!

“Wah, kelihatannya enak!” seru salah saru wanita paruh baya saat Mia baru saja menyajikan dessert di atas meja.

“Kau tau saja kesukaan ku!” wanita lainnya menimpali.

Mia hanya tersenyum melihat wanita-wanita di hadapannya berbinar-binar. Tanpa babibu mereka mulai menyantapnya.

“Hei rasanya aku pernah coba yang seperti ini.” Kata wanita berambut pirang.

“Ya, ini seperti…” sambung salah satunya. Tapi tiba-tiba terhenti.

Satu per satu dari mereka mulai merasakan sesuatu yang aneh. Pandangan mereka berkunang-kunang tenggorokan mereka seperti tercekik.

“A-ada apa ini??”
“Ka-Kau! Apa yang kau berikan pada kami??”

Melihat kepanikan dari wanita-wanita dihadapannya, Mia tersenyum sinis.

“Kalian ingat, beginilah cara kalian membunuh ibuku!!” pekik Mia.

“Hanya karena ibuku mendapat semua warisan dari ayah, kalian tega membunuhnya!”

Ayah Mia adalah anak sulung dari keluarga Surya. Dan keempat wanita ini adalah adik-adik dari ayah Mia. Saat tahu seluruh warisan akan diberikan kepada ibu Mia, mereka geram dan merencanakan pembunuhan yang mengakibatkan kematian ibu Mia. Mia yang curiga, menemukan kejanggalan atas kematian ibunya. Ibunya dibunuh dengan racun yang dicampurkan ke dalam minumannya.

“Kalian bahkan tidak pernah tau tentang keberadaanku, kan?”

“Tapi dengan begitu aku lebih mudah untuk membalaskan kematian ibuku! Aku telah memberi racun pada dessert yang baru saja kalian makan. Kalian akan mati sebentar lagi!”

Mia meninggalkan rumah yang seharusnya menjadi milik ibunya itu. Mia meninggalkan mereka yang telah membunuh ibunya. Mereka yang kini sudah tak bernyawa.

*dessert : makanan penutup/ pencuci mulut
“Panas!!” geramku. Sudah 15 menit ku pajang diriku di depan kipas angin tapi panas yang ku rasakan masih saja menyelimuti tubuhku. Tentu saja, kipas angin ini begitu kecil jadi anginnya juga tidak begitu terasa.

Panas yang ku rasakan sebenarnya bukan hanya karena suhu yang mencapai 32o Celcius tapi juga karena aku baru saja melihat KHS-Kartu Hasil Studi-ku yang terisi dengan beberapa huruf E. Tepatnya tiga huruf E.

Mengingat hal itu, suhu tubuhku naik. Wajahku memerah. Peluhku bercucuran. Aku bisa merasakan punggungku basah karenanya. Ku coba mengipas-ngipas wajahku dengan telapak tangan tapi tetap saja itu tidak melepaskan diriku dari kepanasan ini.

Ku rebahkan tubuhku di atas kasur kecil. Oh, ya! Kasur ini sama sekali tidak empuk. Mau bagaimana lagi, hanya ini yang aku punya.

Aku mulai mencoba mengingat-ingat kenapa huruf E itu bisa muncul di atas KHSku. Aku tidak pernah terlambat masuk kuliah. Aku tidak pernah absen. Ah, mungkin pernah. Beberapa kali. Tapi apa itu sudah bisa membuat nilaiku eror? Hah!!

Ku coba ingat-ingat lagi…

Ah! Aku menemukan satu kata yang mungkin bisa menjadi alasan kenapa hal seperti ini menimpaku. Kerja! Ya, itu dia!

Aku kerja sambilan di salah satu restoran cepat saji. Sehabis kuliah aku langsung berangkat ke tempat kerja. Aku selalu pulang larut malam. Karena lelah, setelah sampai di kostan aku langsung tertidur. Aku jadi sering lupa mengerjakan tugas. Kalaupun ingat, aku tidak sempat lagi mengerjakannya.

Aaaah~ Pantas saja…

Apa aku harus berhenti kerja? Tapi… Bagaimana aku bisa hidup di kota ini tanpa bekerja? Bagaimana aku membayar kuliah? Siapa yang akan membayar uang sewa kostan ini? Aku tidak mau meminta uang terus pada ibuku. Ibu akan repot. Ibu harus membiayai kedua adikku yang juga masih bersekolah. Pasti akan sangat menyulitkan jika aku juga meminta uang untuk biaya hidupku di sini.

Selama ini ibu menghidupi kami dengan uang pensiunannya sambil berjualan gado-gado di desa tempatku tinggal dulu. Dan ayahku, aku tidak tahu di mana ia sekarang. Ia pergi saat aku masih berumur lima tahun.

Aku semakin bingung dan mulai menggaruk-garuk kepalaku yang sebenarnya tidak gatal. Kemudian samar-samar terdengar sebuah lagu dari kamar sebelah.


Inilah hidupku, aku yakin akan baik-baik saja
Kuulangi kata-kata ini di hatiku
Selalu menjadi bintang
Jangan terlalu pendiam..


Orang-orang tak akan mendengar alasanmu
Langkah yang telah kuambil sejauh ini adalah ceritaku
Jika tak ingin kehilangan semangatmu
Hiduplah Rock’n Roll


Mendengarnya lagu itu, aku jadi sadar akan sesuatu. Seberapa banyak pun aku mengeluh, itu tidak akan mengubah apa yang sudah terjadi. Aku tidak boleh seperti ini. Aku harus melakukan sesuatu. Aku harus mengubahnya!
Cepat-cepat ku ambil buku catatan kecil dari tas ranselku satu-satunya. Ku isi lembaran paling depan dengan kalimat yang baru saja muncul di kepalaku.

Daftar hal yang harus dilakukan :
Tetap bekerja sambil kuliah dengan syarat,
  • Tidak boleh bolos kuliah.
  • Kerjakan semua tugas
  • IP > 3
Dapat beasiswa!
Kurangi jadwal kerja!

Ku robek kertas dari buku catatanku lalu mengambil selotip dan menempelnya di dinding. Di tempat yang paling sering kulihat. Ku tatap tulisan-tulisan itu. Aku mengangguk mantap.

Ya, semuanya akan baik-baik saja!


Lirik lagu, YUI - It's My Life
Aku tengah berbaring di hamparan pasir putih. Melihat kilauan bintang di langit. Hembusan angin malam menusuk kulitku. Tapi itu tidak menyurutkan niatku untuk tetap berada di sini. Aku menyukai suara ombak yang begitu jelas terdengar dari sini. Aku suka mendengarnya sambil menutup mata. Benar-benar membuat hati tenang. Rasanya, aku ingin di sini saja. Di sini untuk melupakanmu sejenak. Melupakan pertengkaran kita melalui ponsel beberapa jam yang lalu.

Aaaa! Aku menggelengkan kepala berkali-kali. Berharap percakapan itu lenyap dari memoriku dengan segera.

“Hei! Tiduran aja… Ke sana yuk!” ajak salah satu temanku.

“Eh? Hmm…” Aku bangkit. Aku datang ke pantai ini untuk bersenang-senang bersama teman-temanku. Tidak seharusnya hal itu mengganggu kesenangan kami.

***

Suara tawa dari teman-temanku masih terdengar. Mereka masih saja berlari dan berkejar-kejaran di tepi pantai ini. Ada pula di antara mereka yang saling menyiprat-nyipratkan air laut. Aku sudah lelah dan memilih untuk merebahkan diri lagi di atas pasir. Ku lihat langit, bintang-bintang yang tadi berkilauan mulai menghilang. Sepertinya pagi sebentar lagi akan menggantikan malam.

Mataku menjadi berat. Wajar saja. Sejak sampai di sini tak ada satu-pun dari kami yang tidur. Penginapan yang kami sewa hanya digunakan untuk menyimpan barang saja. Sebelum mataku benar-benar tertutup, ponsel di saku celanaku bergetar.

Tutum! Hatiku berdebar. Ada pesan dari mu.

Maafkan aku.

Hanya pesan singkat. Sangat singkat malah. Tapi hanya dengan membacanya aku lega. Aku tersenyum dan langsung membalasnya.

Gak papa kok. X3

Ya, aku sudah memaafkan mu. Aku akan berusaha melupakan pertengkaran itu.

“AAWWW!!” pekikku saat seseorang dari temanku tiba-tiba menyipratkan air ke wajahku. Dia hanya tertawa dan berlari meninggalkanku. Ku masukkan ponsel kembali ke sakuku dan mengejarnya.

Matahari akhirnya menampakkan diri di ufuk timur. Cahayanya yang terpantul di air membentuk ribuan kilauan. Indahnya! Untuk sejenak aku berharap kamu ada di sini. Menyaksikan pemandangan yang indah ini bersamaku. Tapi… Itu tidak mungkin, ya? Setidaknya untuk saat ini. Kita terpisah jauh. Kita berada di pulau berbeda yang terpisahkan oleh laut ini.

Kamu pernah bilang, kan? Kamu belum pernah pergi ke pantai dan melihat laut secara langsung. Iya kan? Suatu hari nanti, saat kita bertemu.. Ayo kita ke pantai!

Suatu hari nanti… Pasti…

Tetesan sisa air hujan masih membasahi jalan. Udara dingin membentuk embun di atas kaca mobil yang sedang ku tumpangi. Aku jadi tidak bisa melihat pemandangan dari dalam mobil. Ku gunakan tangan untuk menghapus embun itu membentuk lingkaran. Akhirnya aku bisa melihat dengan jelas aliran sungai di sepanjang jalan ini. Natsukashii1~

Sudah lama sekali rasanya aku tidak berkunjung ke sini. Kampung halamanku. Tempatku lahir dan dibesarkan.

“Kita ke tempat mama dulu ya…” pintaku pada suami ku yang mengemudikan mobil.
“Baiklah.” Jawabnya.

Tentu saja, yang pertama ingin ku temui adalah mama. Aku sangat rindu padanya. Aku dan suami ku memang sudah merencanakan untuk menghabiskan liburan sekolah Sora –anak kami– bersama di sini.

“Berhenti di sini saja.” Kataku tiba-tiba.

“Eh? Kenapa?” tanya suami ku bingung saat aku meminta ia menghentikan mobil sebelum sampai di tempat mama.

“Tidak apa, aku akan berjalan dari sini.”

“Sendirian?” tanyanya lagi dengan wajah kuatir.

“Hmm, daijoubu2.” Aku memutuskan untuk bertemu mama lebih dulu. Sendirian.

Sebelum meninggalkan mobil, aku berbalik dan melihat Sora yang masih tertidur di kursi belakang. Untunglah, kalau dia bangun, dia pasti akan merengek.
***

“Ma, sekarang Sora sudah besar. Tahun ini dia akan mulai masuk SD.”
“Dia bilang sudah tidak sabar untuk bertemu dengan neneknya.”
“Tapi, bagaimana aku menjelaskan padanya…”

Aku tidak bisa menyelesaikan kata-kataku. Air mataku tumpah. Aku tidak bisa menahannya lagi. Aku menangis dan memeluk nisan yang bertuliskan namamu, Mama.

“Kenapa mama menangis?” Sora tiba-tiba saja datang menghampiriku. Segera ku hapus air mata dengan punggung tanganku.

“Mama ga nangis kok, sayang.” Aku mencoba menyangkal. Sora sepertinya percaya.

“Yang di foto ini siapa, Ma?” tanyanya lagi. Ia melihat foto Mama yang bersandar di batu nisan.
“Ini nenekmu.” Aku berusaha untuk tersenyum.

“Mamanya mama?” Aku hanya mengangguk pelan.

“Tapi kenapa yang ada cuma foto? Nenek ada di mana?” Aku diam.

Nee3, Mama… Nenek dimana?” Sora mulai merengek dan menarik-narik lengan bajuku. Aku masih diam.
“Nenek sudah ada di surga.” Seseorang menjawab. Eh? Siapa?

Aku berbalik. Ternyata suami ku datang menyusul Sora. Ia langsung menghampiriku dan berbisik, “Maaf ya. Tadi Sora mencarimu jadi ku ajak ke sini.”

“Nee, nee… Surga itu di mana?”
“Kenapa nenek pergi ke surga?”
“Kenapa nenek pergi? Aku kan mau ketemu…” Tanya Sora bertubi-tubi. Suami ku terlihat begitu sabar menjawab semua pertanyaannya.

Mama, kau pernah bilang, “Dalam keadaan sesulit apapun, tersenyumlah.*” Aku selalu mengingat kata-kata itu. Sepahit apapun masalahnya, pasti suatu saat akan ada hikmahnya. Iya kan?

Nee, Mama… Aku ingin mengatakan terima kasih pada mu. Terima kasih karena telah melahirkan ku. Terima kasih karena telah merawat dan mendidik ku. Terima kasih telah mengajarkan tentang hidup.Terima kasih karena telah mengajariku banyak hal.

Aku akan selalu mengingat mu. Arigatou4, Mama.


1 Natsukashii : biasanya diucapkan ketika melihat/ mengalami lagi hal yang sudah lama tidak dilihat/ dialami
2 Daijoubu : tidak apa-apa/ baik-baik saja
3 Nee : Hei
4 Arigatou : Terima kasih
*Potongan lirik lagu YUI - to Mother
Musim panas. Waktunya liburan akhir semester. Aku sudah lama menunggu datangnya momen ini. Aku bangun pagi-pagi buta dan sengaja berangkat lebih awal. Aku begitu bersemangat. Aku ingin cepat sampai di tempat tujuanku.

Matahari juga sepertinya merasakan semangatku. Sinarnya menyengat padahal jam tanganku masih menunjukkan pukul tujuh.

Aku sedang berjalan menuju rumah sakit. Ya, rumah sakit. Aku tidak berniat untuk menghabiskan liburanku dengan pergi bertamasya atau jalan-jalan seperti kebanyakan orang. Aku ingin menghabiskan waktu libur ini untuk melakukan magang yang sudah ku rencanakan sebelumnya bersama tiga orang temanku.

Aku adalah seorang mahasiswi jurusan psikologi. Dari dulu aku suka mengamati prilaku orang-orang di sekitarku. Entah mengapa, aku sangat tertarik akan hal itu. Makanya, aku memutuskan untuk mengambil jurusan ini setelah lulus sekolah menengah. Aku ingin menjadi psikolog.

“Ah, indahnyaaaa…” pekikku saat melihat laut di ujung persimpangan jalan.  Beruntung pihak kampusku mengijinkan mahasiswanya untuk memilih tempat magang sendiri sehingga aku bisa memilih rumah sakit yang terletak di daerah pantai ini. Jadi, aku bisa menikmati pemandangan laut saat matahari terbenam nanti.

Kilauan cahaya matahari yang dipantulkan oleh air laut membuat ledakan-ledakan kecil di dadaku. Aku tidak sabar untuk merasakan atmosfir baru, mengenal orang-orang baru di rumah sakit nanti.
***

“Pelayanan psikologi di sini ada beberapa. Poli psikologi1poli autisme2bangsal psikiatri3 dan ruang NAPZA4.” Jelas salah satu psikolog yang bertugas membimbing kami selama magang. Aku dan ketiga temanku yang baru saja datang mendengarkan dengan seksama.

“Nah, tugas kalian di sini adalah membantususter di bangsal psikiatri untuk melakukan assesmen5 pasien, dan memberikan terapi di ruang NAPZA. Jelas?” Lanjutnya. Kami mengangguk.

“Baiklah. Lakukanlah tugas kalian dengan baik.” Kata psikolog itu dengan senyum.

Kami memutuskan untuk melakukan pembagian tugas. Aku dan seorang temanku di bangsal psikiatri dan dua lainnya di ruang NAPZA.

Aku yang baru saja sampai di bangsal psikiatri langsung saja menyapa pasien-pasien dengan senyum sumringah. Pasien-pasien yang ada di sini tidaklah berbahaya jadi mereka dibolehkan keluar dari kamarnya. 

Temanku mulai melancarkan observasinya dengan mengajak salah satu dari pasien mengobrol. Aku yang tidak mau kalah, langsung mendekati salah satu pasien yang duduk di sudut lorong bangsal ini. Aku duduk di sampingnya. Pasien itu sepertinya takut dengan kedatanganku yang tiba-tiba. Jadi aku mencoba ramah dan tersenyum padanya. Tapi percuma, pasien ini sepertinya tidak suka didekati. Dia kemudian merogoh saku pada baju putihnya mencoba mencari sesuatu.

Deg! Aku kaget bukan kepalang. Saat melihat benda yang ia ambil dari sakunya. Pisau lipat.

Tubuhku gemetaran. Aku ketakutan. Semangatku yang menggebu-gebu tadi hilang begitu saja. Aku berusaha untuk menggerakkan tubuhku. Aku ingin lari. Tapi terlambat, pisau itu telah menembus kulit dan menusuk lambungku.

“Hei!! Kenapa pasien Schizophrenia6 itu bisa keluar dari kamarnya??” teriak salah satu suster yang bertugas di bangsal ini saat melihatku terkapar penuh darah. Beberapa suster lain yang melihat kejadian itu langsung mengejar pasien yang kutemui tadi.
***

Aku yang masih berlumuran darah segera dilarikan ke UGD. Aku melihat ketiga temanku juga ikut berlari di samping tempat tidur dorong. Tapi wajah mereka tidak lagi jelas. Pandanganku buram. Perihnya luka akibat tusukan pisau tadi pun menghilang. Aku akhirnya tertidur. Selamanya…

Selamat tinggal musim panasku. Selamat tinggal mimpi-mimpiku.


Poli psikologi : Konseling klien dan seleksi karyawan
Poli autisme : Terapi gangguan pada anak-anak autis
Bangsal psikiatri  : Tempat pasien gangguan jiwa dirawat, diberi tes psikologi, observasi dan diwawancarai secara berkala.
Ruang NAPZA : Tempat rehabilitasi pecandu NAPZA (Narkoba, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya)
Asesmen : Mengumpulkan informasi yang digunakan untuk mengenali dan menyelesaikan masalah
6 Schizophrenia : salah satu bentuk Psikosis (gangguan jiwa yang menyebab seseorang tidak bisa membedakan realita dengan fantasi). Di cerita ini, pasien yang menusuk tokoh utama, berhalusinasi dan merasa ada seseorang yang mau membunuhnya.
Menunggu. Aku menunggu hujan deras ini berhenti. Sudah hampir sejam aku terjebak di halte ini bersama beberapa orang lain yang nasibnya sama sepertiku. Apa kamu tahu? Hujan ini sangat mirip dengan rasa sukaku pada mu. Aku tahu kapan hujan ini akan turun tapi aku tidak tahu kapan dia akan berhenti. Begitu pula dengan rasa ini. Aku tahu kapan tepatnya rasa ini mengisi hatiku tapi aku tidak tahu kapan kamu akan membalasnya.
***

Kamu adalah salah satu sahabatku. Ya, sahabatku bukan hanya kamu. Masih ada empat orang lainnya. Kita sudah bersahabat selama hampir tiga tahun, selama itu pula aku telah menyukaimu.


Aku pernah mencoba untuk menyatakannya pada mu. Tentu saja dengan dibantu oleh sahabat-sahabat kita. Mereka yang mengatur agar aku bisa berdua saja denganmu. Waktu itu kita berenam sedang hangout di salah satu mall. Satu per satu mereka menghilang entah ke mana.


“Eh, yang lain pada ke mana?” tanyamu saat menyadari hanya kita berdua yang tersisa.
“Gak tau. Ke toilet kali.” Jawabku asal. Jujur, aku gugup. Baru kali ini aku benar-benar berdua saja denganmu.


Kita berjalan berdampingan. Tak ada kata yang terucap dari mu. Kamu sibuk menekan-nekan tombol yang ada di ponselmu. Aku membiarkan itu. Aku sungguh tak tahu harus bagaimana dan berkata apa di situasi seperti ini. Setelah cukup lama berkeliling, kamu memutuskan untuk menelpon salah seorang dari sahabat kita.


“Duh!! Pada ke mana sih?! Telpon juga ga diangkat gini.” Ujarmu kesal.
“Udah, biarin aja. Entar juga mereka yang nyariin kita.” Kataku. Berharap kerutan di dahimu lenyap.


Aku senang setelah mengatakan itu kamu tidak berusaha untuk mencari mereka lagi. Aku harap aku punya kesempatan untuk mengungkapkan perasaan ini.


“Fa, kamu tau gak?” tanyaku saat kita memasuki salah satu toko buku.
“Tau apa?” jawabmu sambil mengutak-atik rak buku.
“Tau kenapa yang lain tiba-tiba ngilang gitu aja.”
“Eh??” Kamu menatapku. Kerutan di dahi mu nampak lagi.
“Sebenarnya… Mereka ingin agar aku bisa mengatakan sesuatu padamu..”
“Mengatakan apa?” tanyamu lagi dengan raut wajah bingung.


Deg! Detak jantungku mulai tidak karuan. Butir keringat jatuh dari pelipisku.


“Aku suka kamu, Fa.” Kataku gugup.


Hening. Kamu tak menjawab. Kamu malah kembali mengutak-atik rak buku yang ada di hadapanmu.


Eh? Kenapa dia tidak menjawab? Apa dia tidak dengar?


“Fa..” Aku mencoba memecah keheningan yang telah kamu buat.
“Lih, kamu gila ya? Aku gak nyangka kamu bisa ngomong kayak tadi. Kita ini sahabatan. Aku udah nganggep kamu sebagai saudaraku.”


Jleb! Kata-katamu itu seperti pisau yang menusuk tepat di dadaku. Aku terdiam. Tak bisa berkata apa-apa lagi.


Apa aku salah? Apa aku salah karena menyukaimu? Apa aku salah karena menyukai sahabatku? Pertanyaan itu terus berputar di kepalaku.
***


Hujan ini masih belum berhenti. Sama seperti rasa sukaku pada mu. 
Aku masih akan menunggu sampai hujan ini reda. Sama seperti perasaan ini yang akan terus menunggu mu untuk membalasnya.

Even if there weren’t good things (in this world),


We would still be born
Love oneself.
Even if we fall into depression,
there is no such thing as real or fake, isn't it?



Lirik lagu, YUI - Love is all (terjemahan)

NB:: Dou?? Feel nya dapet ga?? :|
btw,, kayaknya lebih cocok ke tema yang kmaren yah? haha *nyeburkelaut
Termenung. Pikiranku beranjak ke memori tiga tahun lalu. Entah. Mungkin dalam benakku. Aku sedang merindukan mu.

“Dih, gambar apaan nih? Jelek amat.” Ledekmu setelah melihat gambarku.

“Ini Goku tau… Gambar bagus gini dibilang jelek. Matamu rabun tuh!” Kataku tidak terima.

Kau hanya memalingkan wajah. Aku melanjutkan gambarku.

“Adiittt… Pulaaaang… “ Panggil Ibuku. Sudah sejak tadi ia memanggilku karena aku belum sarapan. Belum mandi pula.

Aku terpaksa pulang karena tidak ingin Ibuku mengomel sepanjang hari. Aku pamit pada mu.

“Eh, aku pulang dulu yah. Entar aku balik lagi deh.” Kau hanya menaikkan kedua alismu. Tanpa suara.

Rumah kita hanya terpisah beberapa meter, makanya kita sering bermain bersama. Kalau bukan aku yang ke rumahmu. Kamu yang ke rumahku. Dari kecil kita selalu sama-sama. Main bola bareng. Menggambar bareng. Bahkan mandi di sungai yang airnya kotorpun kita bareng. Sampai-sampai, kita disangka bersaudara.

Sorenya, setelah tidur siang, aku balik lagi ke rumahmu. Karena ini hari minggu, aku ingin menghabiskannya dengan bersenang-senang. Bermain dengan mu.

“Dodi.. Dodi…” Teriakku di depan pagar rumahmu. Tak ada satupun yang menyahut. Rumahmu terlihat berbeda. Sepi.

“Dodi, do..” Aku tersentak.

“Dodi tadi pergi, Dit.” Kata tante Sari, tetangga sebelah rumahmu.

“Pergi ke mana, Tante?”

“Loh, kamu gak tau? Hari ini mereka pindah.”

Heh??! Pindah?? Ke mana? Kok Dodi gak bilang-bilang?

Aku menatap rumahmu nanar. Dengan perasaan kecewa, aku pulang ke rumah.
***

“Adit, Adit…” Suara seseorang menghentikan lamunanku tentang mu.

“Adit..” Panggil suara itu lagi. Dengan segera aku beranjak dari kasur dan melangkah ke luar.

Mata ku terbelalak. Kaget. Kamu tiba-tiba saja muncul di hadapanku.

“Hoi!! Kenapa lo?” tanya mu. Aku masih terpaku. Tidak percaya.

“Woi.. “ Kamu mendekatiku. Aku sadar dan langsung rangkul mu dengan keras.

“Eh, apa-apaan nih?? Sakit..” Kamu berusaha melepaskan diri.

“Dasar!! Kenapa dulu lo pindah gak bilang-bilang sih? Hah!?” Akhirnya aku melepasmu. Kamu hanya terkekeh.

“Gue nyariin lo tau!” kataku lagi sambil meninju bahumu.

“Hehe, sori sori... Waktu itu gue mau pamit, tapi lo lagi tidur siang.” Kamu nyengir sambil menggaruk-garuk kepala.

“Trus, lo tau rumah ini dari mana?” Tidak lama setelah kamu pindah, aku sekeluarga juga pindah dari kompleks tempat kita tinggal dulu.

“Ada deh…” Kata mu sambil memasang wajah pamer.

“Dih, gaya banget lo.”

“Eh, gue ga diajak masuk nih?”

“Yuk, masuk. Ibu lagi masak tuh.” Wajahmu berbinar.

Aku bersyukur kita bertemu lagi. Aku bersyukur bisa bertemu dengan sahabatku lagi. Mari kita membangun persahabatan itu lagi. Mewujudkan mimpi-mimpi kita bersama. Pasti akan menyenangkan. Karena aku yakin, kamu akan menjadi sahabat yang hebat.

*Goku = karakter dalam anime DragonBall

cerita ini terinspirasi dari kisah nyata seseorang, tapi karena orangnya kabur sebelum menyelesaikan ceritanya, endingnya jadi aneh gini.. haha
Ima bokutachi wa deaetanda
Kuruujingu, ookina umi no mannaka de chikaiau

Kinou made no koto ashita kara no koto
Always, donna hibi datte tanoshimeru hazu dakara

Sebait lirik lagu sedang berputar di kepala Misaki. Lagu itu selalu membuat wajahnya terlihat berseri. Sambil berjalan, ingatannya berbalik arah ke masa itu. Musim dingin tahun lalu. Musim di mana salju mulai turun.

“EH?” Kaget. Hanya ‘eh’ saja yang bisa dikeluarkan dari bibir Misaki. Dia tidak menyangka akan mendengar hal ini. Bahkan, dia tidak pernah berpikir, cowok yang sedang berdiri di depannya ini akan menyatakan perasaan suka padanya.

“Misaki, kamu gak papa?” tanya si cowok takut-takut. Wajahnya memerah dibalik Mafura* yang dipakainya.

Misaki masih terdiam. Beku. Sama dengan dinginnya cuaca hari itu. Tapi, dia tidak ingin membuat cowok di hadapannya menunggu terlalu lama. Akhirnya Misaki mengangguk pelan sebagai jawaban.

“Gak kerasa udah setahun…” gumam Misaki.

***


Hari Valentine. Mereka berjanji untuk bertemu di taman yang sama seperti tahun lalu. Misaki sangat deg-degan. Karena itu ia datang lebih cepat dari jam yang mereka sepakati. Ia ingin berkeliling dulu untuk menghilangkan rasa deg-degan itu.

Lampu-lampu jalan berkelap-kelip. Pertokoan yang berada di sepanjang jalan juga memasang lampu warna-warni. Suasananya seperti perayaan tahun baru. Yang membuatnya berbeda adalah barang-barang yang dipajang di etalase toko. Semuanya bertemakan merah dan pink.

Misaki begitu bersemangat, ia menoleh ke kanan dan kiri. Merasa ingin mengetahui semua yang terjadi disekitarnya. Di dalam salah satu toko, ia melihat sosok yang begitu dikenalnya. Koichi. Cowok yang tahun lalu menyatakan perasaan padanya. Apa yang dia lakukan di sana? Apa membeli hadiah untukku? Memikirkan itu, Misaki tersipu. Tapi setelah menyadari sosok lain di samping Koichi, Misaki membatu.

“Siapa cewek itu?” katanya lirih. Hatinya getar-getir.

“Kenapa mereka terlihat begitu mesra? Kenapa dia menggandeng tangannya?” Bibir Misaki kelu. Pertanyaan demi pertanyaan muncul di kepalanya. Air matanya menetes.

Seakan sadar akan sesuatu, Koichi berbalik dan menyadari keberadaan Misaki. Koichi dengan segera keluar dari toko tadi.

“Misaki?” Sapanya dengan senyuman. Misaki cepat-cepat menghapus air mata yang membasahi pipinya kemudian menunduk.

“Kamu kenapa?” Misaki diam.

“Hei, ada apa?” Koichi sedikit mengguncang tubuh Misaki.

“Si-siapa cewek yang tadi bersamamu?” Akhirnya Misaki memutuskan untuk bertanya. Tidak sanggup ia menyimpan pertanyaan-pertanyaan yang serasa akan memecahkan kepalanya.

“Cewek?” Koichi berbalik, melihat cewek yang tadi bersamanya di dalam toko.

“Dia yang kamu maksud?” tanya Koichi lagi. Misaki hanya mengangguk pelan.

“Kamu seperti ini karena dia? Ya ampun. Jangan bodoh, Misaki. Dia ini adikku.”

Eh? Adik? Bukan adik Koichi sedang ada di luar negri? Ke-kenapa?

“Dia datang hari ini dan mengajakku keluar untuk berbelanja. Kau tahu, dia sangat manja. Menarikku ke sana ke mari…” Koichi menjelaskan panjang lebar. Misaki terenyuh. Dia salah duga.

Ja-jadi, aku salah duga. Koichi tidak mungkin melakukan itu kan, ya? Tangis Misaki pecah. Ia merasa bersalah. Ia telah berprasangka buruk.

“He-hei, kenapa menangis?” Koichi bingung. Bingung harus berbuat apa.

Maaf Koichi. Maaf kan aku. Aku harusnya percaya padamu. Tapi aku malah mencurigai mu seperti ini. Maaf. Air mata Misaki makin deras mengalir. Ia jatuh terduduk. Ia benar-benar merasa bersalah.

*Mafura : muffler, syal
Lirik lagu, YUI - Shake My Heart
Next PostNewer Posts Previous PostOlder Posts Home